Langsung ke konten utama

Ini Hukum Sembelih Seekor Kambing Untuk Kurban Sekeluarga

Ini Hukum Sembelih Seekor Kambing Untuk Kurban Sekeluarga. Kamu wajib sering belajar hendak mendapatkan banyak pengetahuan. Disini mau berbagi kepada kalian yang suka lewat keterangan terkini, semoga bisa menjadikan kamu mendapatkan pilihan jempolan internal membaca share terbaru.
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online yang ane hormati. Belakangan ini ane resah buat beredarnya kabar seorang ustadz yang membolehkan kurban seekor kambing hendak seputar orang karena Rasulullah SAW pernah melakukannya. Padahal yang ane tahu sejak dulu, kurban kambing hanya hendak satu orang.
Pertanyaan ane, bolehkah kita berkurban satu kambing hendak seputar orang karena mengikuti kurban Rasulullah SAW? Mohon penjelasannya. Kami ucapkan terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (Nurul Yaqin/Jakarta)
Jawaban
Assalamu ’alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya hendak kita semua. Penyembelihan hewan kurban merupakan ibadah yang luar biasa dianjurkan di musim-musim haji. Para ulama telah memilih waktu penyembelihan, cara penyembelihan, ketentuan pembagian daging kurban, serta juga hewan mana yang bisa selaku hewan kurban.
Rasulullah SAW pernah menyembelih satu hewan kurban yang diperuntukkan hendak dirinya serta umatnya yang demikian banyak itu. Hal ini bisa diketahui dari doa yang dibaca Rasulullah saat menyembelih hewan kurbannya bagai berikut.
Artinya, “Tuhanku, terimalah kurbanku ini untukku serta umatku.”
Hadits Rasulullah SAW ini dipahami oleh para ulama bagai bentuk kepedulian Rasulullah SAW yang menyertakan umatnya internal pahala kurban kambing yang ia sembelih. Sedangkan kurbannya itu sendiri hanya diperuntukkan porsi dirinya. Dengan kurban Rasulullah, gugurlah tuntutan ibadah kurban terhadap semua orang. Dari sini ulama menyimpulkan bahwa hukum ibadah kurban itu pada dasarnya sunah kifayah yang bila dikerjakan oleh salah seorang dari mereka, maka tuntutan berkurban dari mereka sudah memadai. Lain soal kalau kurban diniatkan nadzar, maka hukumnya selaku wajib. Karenanya para ulama sepakat bahwa satu kambing hanya bisa diperuntukkan kurban porsi satu orang. Imam An-Nawawi menyebutkannya bagai berikut.
تجزئ الشاة عن واحد ولا تجزئ عن أكثر من واحد لكن إذا ضحى بها واحد من أهل البيت تأدى الشعار في حق جميعهم وتكون التضحية في حقهم سنة كفاية وقد سبقت المسألة في أول الباب
Artinya, “Seekor kambing kurban memadai hendak satu orang, serta enggak memadai hendak kian dari satu orang. Tetapi kalau salah seorang dari komponen keluarga berkurban lewat satu ekor, maka memadailah syiar Islam di keluarga tersebut. Ibadah kurban internal sebuah keluarga itu sunah kifayah. Masalah ini sudah dibahas di awal bab,” (Lihat An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, juz 8, halaman 397).
Secara kian jauh, Ibnu Hajar mengulas praktik kurban Rasulullah SAW. Menurutnya, kurban memang hendak satu orang. Tetapi orang yang berkurban dapat berbagi pahala kepada orang lain.
تُجْزِئُ ( الشَّاةُ ) الضَّائِنَةُ وَالْمَاعِزَةُ ( عَنْ وَاحِدٍ ) فَقَطْ اتِّفَاقًا لَا عَنْ أَكْثَرَ بَلْ لَوْ ذَبَحَا عَنْهُمَا شَاتَيْنِ مُشَاعَتَيْنِ بَيْنَهُمَا لَمْ يَجُزْ ؛ لِأَنَّ كُلًّا لَمْ يَذْبَحْ شَاةً كَامِلَةً وَخَبَرُ اللَّهُمَّ هَذَا عَنْ مُحَمَّدٍ وَأُمَّةِ مُحَمَّدٍ مَحْمُولٌ عَلَى التَّشْرِيكِ فِي الثَّوَابِ وَهُوَ جَائِزٌ وَمِنْ ثَمَّ قَالُوا لَهُ أَنْ يُشْرِكَ غَيْرَهُ فِي ثَوَابِ أُضْحِيَّتِهِ وَظَاهِرُهُ حُصُولُ الثَّوَابِ لِمَنْ أَشْرَكَهُ وَهُوَ ظَاهِرٌ إنْ كَانَ مَيِّتًا قِيَاسًا عَلَى التَّصَدُّقِ عَنْهُ وَيُفَرَّقُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ مَا يَأْتِي فِي الْأُضْحِيَّةِ الْكَامِلَةِ عَنْهُ بِأَنَّهُ يُغْتَفَرُ هُنَا لِكَوْنِهِ مُجَرَّدَ إشْرَاكٍ فِي ثَوَابِ مَا لَا يُغْتَفَرُ ثُمَّ رَأَيْت مَا يُؤَيِّدُ ذَلِكَ وَهُوَ مَا مَرَّ فِي مَعْنَى كَوْنِهَا سُنَّةَ كِفَايَةٍ الْمُوَافِقُ لِمَا بَحَثَهُ بَعْضُهُمْ أَنَّ الثَّوَابَ فِيمَنْ ضَحَّى عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ لِلْمُضَحِّي خَاصَّةً لِأَنَّهُ الْفَاعِلُ كَالْقَائِمِ بِفَرْضِ الْكِفَايَةِ
Artinya, “(Seekor kambing) baik domba maupun kambing kacang itu memadai hendak kurban (satu orang) saja berdasarkan kesepakatan ulama, enggak hendak kian satu orang. Tetapi kalau misalnya ada dua orang menyembelih dua ekor kambing yang membaur bagai kurban porsi keduanya, maka enggak boleh karena masing-masing enggak menyembelihnya lewat sempurna. Hadits ‘Tuhanku, inilah kurban hendak Muhammad serta umat Muhammad SAW,’ mesti dipahami bagai persekutuan internal pahala. Ini boleh saja. Dari sini para ulama berpendapat bahwa seseorang boleh menyertakan orang lain internal pahala kurbannya. Secara tekstual, pahala itu didapat porsi orang menyertakan orang lain. Ini jelas, meskipun orang yang disertakan itu sudah wafat. Hal ini didasarkan pada qiyas sedekah buat mayit. Tentu wajib dibedakan rumpang sedekah biasa serta ibadah kurban sempurna. Karena di sini sekadar berbagi pahala kurban dibolehkan. Saya melihat dalil yang memperkuat pernyataan ini seperti pernah dijelaskan di mana hukum ibadah kurban sepatutnya sunah kifayah. Hal ini sejalan lewat bahasan sejumlah ulama yang menyebutkan bahwa pahala orang yang berkurban untuknya serta keluarganya itu sejatinya hendak dirinya sendiri. Karena, orang pertama lah yang berkurban, sama halnya lewat orang yang menunaikan ibadah fardhu kifayah,” (Lihat Ahmad bin Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, cetakan keempat, tahun 2011, juz 4, halaman 354-355).
Bagaimana memahami kurban hendak satu orang tatkala pahalanya bisa hendak orang lain? Sulaiman Al-Bujairimi menyelesaikan pernyataan yang kelihatan kontradiksi itu. Menurutnya, dua pernyataan itu enggak saling menegasikan. Demikian keterangannya.
قَوْلُهُ : ( وَتُجْزِئُ الشَّاةُ ) فَإِنْ قُلْت إنَّ هَذَا مُنَافٍ لِمَا بَعْدَهُ حَيْثُ قَالَ : فَإِنْ ذَبَحَهَا عَنْهُ ، وَعَنْ أَهْلِهِ أَوْ عَنْهُ وَأَشْرَكَ غَيْرَهُ فِي ثَوَابِهَا جَازَ . أُجِيبُ : بِأَنَّهُ لَا مُنَافَاةَ لِأَنَّ قَوْلَهُ هُنَا عَنْ وَاحِدٍ أَيْ مِنْ حَيْثُ حُصُولِ التَّضْحِيَةِ حَقِيقَةً وَمَا بَعْدَهُ الْحَاصِلُ لِلْغَيْرِ إنَّمَا هُوَ سُقُوطُ الطَّلَبِ عَنْهُ ، وَأَمَّا الثَّوَابُ وَالتَّضْحِيَةُ حَقِيقَةً فَخَاصَّانِ بِالْفَاعِلِ عَلَى كُلِّ حَالٍ
Artinya, “(Satu ekor kambing [hendak satu orang, enggak kian]). Kalau Anda bertanya, ‘Pernyataan ini menafikan kalimat setelahnya yang menyebutkan (Kalau seseorang menyembelih kurban hendak dirinya serta keluarganya, atau menyertakan orang lain internal pahala kurbannya, maka boleh)’, kami hendak menangkis bahwa pernyataan pertama enggak menafikan pernyataan kedua. Karena, frasa ‘hendak satu orang’ di sini maksudnya sepatutnya hakikat kurban. Sementara frasa selanjutnya hanya menerangkan gugurnya anjuran sunah ibadah kurban ‘hendak orang lain’. Sedangkan perihal pahala serta kurban secara hakiki bagaimanapun itu khusus hanya hendak mereka yang berkurban,” (Lihat Sulaiman bin Muhammad Al-Bujairimi, Hasyiyatul Bujairimi alal Khathib, Beirut, Darul Fikr, 2007 M/1427-1428 H, juz 4, halaman 333).
Ada baiknya kami sertakan di sini argumentasi yang diajukan Ibnu Rusyd dari Madzhab Maliki. Ia menjelaskan kenapa ulama sepakat kurban satu ekor kambing hanya hendak satu orang.
وذلك أن الأصل هو أن لا يجزي إلا واحد عن واحد، ولذلك اتفقوا على منع الاشتراك في الضأن. وإنما قلنا إن الأصل هو أن لا يجزي إلا واحد عن واحد، لأن الأمر بالتضحية لا يتبعض إذ كان من كان له شرك في ضحية ليس ينطلق اسم مضح إلا إن قام الدليل الشرعي على ذلك
Artinya, “Karena memang pada dasarnya ibadah kurban seseorang itu hanya memadai hendak satu orang. Karenanya para ulama sepakat internal menolak persekutuan kurban seputar orang buat seekor kambing. Kenapa kami katakana ‘pada dasarnya ibadah kurban seseorang itu hanya memadai hendak satu orang’? Pasalnya, perintah kurban enggak terbagi (hendak kolektif, tetapi per orang). Ketika ketika orang bersekutu buat seekor hewan kurban, maka sebutan ‘orang berkurban’ enggak ada pada mereka. Lain soal kalau ada dalil syara’ yang menunjukkan itu,” (Lihat Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, halaman 396).
Dari pelbagai keterangan di buat, kita dapat memahami bahwa ulama sepakat buat kurban satu ekor kambing hanya hendak seorang. Hanya saja pahalanya bisa dibagi kepada orang lain. Jadi dua hal ini wajib dipisahkan, rumpang kurban serta pahala.
Dari sini pula kita dapat memahami bahwa hadits adakalanya dapat langsung dipahami secara tekstual. Tetapi adakalanya pemahaman sebuah hadits tertunda karena menuntut analisa serta kajian kian sungguh-sungguh, enggak sekadar tekstual.
Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami lewat baik. Kami selalu terbuka hendak memperoleh saran serta kritik dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu’alaikum wr. wb
(Alhafiz Kurniawan)
Sumber : nu online

Source Article and Picture : www.wartaislami.com





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bertawasul ke Imam al-Ghazali, Barang Hilang Pun Ketemu

Bertawasul ke Imam al-Ghazali, Barang Hilang Pun Ketemu . Kamu wajar sering belajar bakal mendapatkan banyak pengetahuan. Disini mau berbagi kepada kalian yang suka menggunakan kabar terkini, semoga bisa menjadikan kamu mendapatkan pilihan unggul internal membaca share terbaru. Seorang pemuda asal Tegal berusia kira-kira 36 tahun, sebutlah namanya Udin (nama samaran), hari itu sedang dilanda kebingungan. Di saat usaha membuka warung sembako yang dirintis bersama istrinya belum benar-benar stabil serta menunjukkan perkembangan yang berarti, tiba-tiba sejumlah uang yang selama ini mereka kumpulkan dari hasil berdagangnya itu hilang entah di mana. Padahal Udin belum punya rumah sendiri, melainkan masih ikut tinggal di rumah mertuanya di Cirebon. Sebab utama kebingungan Udin sebenarnya bukan karena uangnya yang hilang. Tetapi lantaran ia masih tinggal seatap menggunakan mertuanya, tentu saja orang tua istrinya itu mempersoalkan serta menyayangkan untuk kejadian hilangnya uang tersebut. Apa

Inilah Sejarah Awal Mula di Lagukannya Al Qur'an (Langgam)

Inilah Sejarah Awal Mula di Lagukannya Al Qur'an (Langgam) . Kamu perlu sering belajar hendak mendapatkan banyak pengetahuan. Disini mau berbagi kepada kalian yang suka beserta penerangan terkini, semoga bisa menjadikan kamu mendapatkan pilihan jempolan intern membaca share terbaru. Wartaislami.Com ~ Kognisi atau psikomotorik umat Islam terhadap nagham kagak selazim ilmu tajwid. Kata nagham secara etimologi paralel beserta kata ghina yang bermakna lagu atau irama. Secara terminologi nagham dimaknai bagaikan membaca Al Quran beserta irama (seni) atau suara yang indah atau merdu atau melagukan Al Quran secara baik atau benar tanpa melanggar aturan-aturan bacaan. Keberadaan ilmu nagham, kagak sekedar realisasi dari firman Allah intern suroh Al Muzzammil ayat 4,”Bacalah Al Quran itu secara tartil”, hendak tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari eksistensi manusia bagaikan makhluk yang berbudaya yang menyandang cipta, rasa, atau karsa. Rasa yang melahirkan seni (juga nagham)

Inilah Sejarah Ucapan Penutup Pidato "Wabillahi Taufiq wal Hidayah"

Inilah Sejarah Ucapan Penutup Pidato "Wabillahi Taufiq wal Hidayah" . Kamu wajib sering belajar bakal mendapatkan banyak pengetahuan. Disini mau berbagi kepada kalian yang suka pada penerangan terkini, semoga bisa menjadikan kamu mendapatkan pilihan unggul intern membaca share terbaru. Wartaislami.Com ~ Saat menghadiri peringatan hari lahir (Harlah) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) ke-46, Gus Dur diminta bakal memberikan pendahuluan oleh panitia. Setelah berbicara panjang lebar, serta hendak menutup pidatonya, Gus Dur tanpa disadari bakal mengucapkan kalimat "wabillahi taufiq wal hidayah", tapi tiba-tiba ia diam sejenak.... "Saya kok mau salah menyampaikan salam penutup, harusnya kan yang khas NU," ujarnya. "Dulu ulama-ulama NU, sepakat menggunakan wabillahi taufiq wal hidayah bakal ucapan penutup serta Nahdliyiin wajib mengikuti. Tapi sesudah musim kampanye pemilu tahun 70-an, Golkar memakai ucapan itu bakal menutup setiap pidato kampanyen