Langsung ke konten utama

Ayat Kursi dan Nasionalisme Rio Haryanto

Ayat Kursi atau Nasionalisme Rio Haryanto. Kamu wajar sering belajar mau mendapatkan banyak pengetahuan. Disini mau berbagi kepada kalian yang suka oleh kabar terkini, semoga bisa menjadikan kamu mendapatkan pilihan terpilih intern membaca share terbaru.
Wartaislami.com ~ Namanya kini menjulang. Namun, ia tak pernah besar kepala. Wajahnya tetap meneduhkan banyak orang. Hatinya pun terus terpaut pada agama Islam yang diyakininya sejak lahir. Ia ialah Rio Haryanto.
Usianya pertama kali 23 tahun. Kini, Rio selaku pusat perhatian. Bukan karena sensasi konyol yang dilakukan oleh akil balig kelahiran Solo. Ia merebut perhatian karena prestasi. Kini, namanya telah dipastikan mau selaku wakil Indonesia di arena balap kendaraan roda empat paling bergengsi di dunia, Formula Satu (F1). Sungguh, sebuah prestasi yang jarang didapat bayi muda di negeri ini.
Menelisik perihal perilaku Rio sampai bisa selaku penunggang kuda besi di arena balapan tercepat di dunia, ternyata banyak kejutan yang ditemukan. Terucap intern diam, Rio ternyata gemar membaca surah Yasin.
Kebiasaan itu kerap dilakukannya sebelum memacu adrenalin di arena balap. Ia juga selalu memasang saduran ayat Kursi. Tulisan itu dipasang pada kokpit kendaraan roda empat di bagian kanan. Tapi maaf, jangan langsung mengucap kalau tujuan semacam itu bermaksud selaku klenik. Buanglah jauh-jauh!
Baca Juga: Hebat !! Pembalap Rio Haryanto Ternyata Punya Pondok Pesantren
Rio menjalani ritual itu hanya ingin supaya dirinya selaku kian dekat kepada Sang Khalik. Jika Jalaluddin Rumi, sufi yang pernah hidup pada periode ke-13, gemar mendekatkan dirinya kepada Tuhan lewat larik-larik puisi, Rio tak demikian.
Ketika laju kendaraan bergerak secepat kilat di lintasan balap, sesungguhnya di sanalah sedang hadir batas jeda hidup atau kematian. Degup jantungnya pasti berdetak kencang, sekencang laju kendaraan roda empat yang dikemudikannya. Itulah sebabnya, ia ingin merasa kian mendekat kepada Sang Pencipta.
Alasan lainnya, putra dari pasangan Sinyo Haryanto atau Indah Pennywati ini juga meyakini oleh membawa ayat Kursi, mau membantunya diselimuti oleh jiwa yang tenang. ”Saya ingin selalu ingat kepada Sang Pencipta,” kata Rio.
Akan tetapi, tak hanya ritual balapan yang membuat Rio patut diteladani. Tanpa banyak menguar kata atau kalimat bombastis, Rio ternyata juga menyimpan nasionalisme terhadap Merah Putih. Sebuah nasionalisme sejati. Ia tak hanya menjadikan kata nasionalisme itu selaku pencicip di ujung lidah. Ia memberi bukti.
Ketika banyak negara menggoda atau merayunya mau selaku pembalap, Rio tak pernah gamang. Hatinya justru kian tertancap kuat pada Indonesia. Bumi tempatnya terlahir tak ingin ditinggalkannya–meski publik di Indonesia sesungguhnya kian senang menggunjing perihal sokongan dana kepada Rio mau balapan di F1.
Sekali lagi, Rio tetap fokus. Ia hanya ingin mengharumkan nama bangsa. Ia ingin mengibarkan sang saka Merah Putih di pada podium F1. Itulah tujuan utamanya.
Dalam wawancara oleh para wartawan sebagian waktu lalu, Rio menggambarkan semangat patriotisme atau nasionalisme itu didapatnya dari founding father bangsa ini, Ir Sukarno. Walau ia tak hidup di masa awal negeri ini merdeka, hati Rio seperti dibuat menggelegak ketika sudah bersaing di luar negeri.
Rio mengingat lewat bacaan ataupun cerita bagaimana Sukarno pada masa lalu mampu membuat Indonesia dipandang negara lain karena harga dirinya selaku orang berprestasi, bukan selaku seorang pengemis utang. “Saya menyukai balapan karena ane senang mewakili Indonesia,” ungkapnya saat itu.
Bahkan, wujud dari kecintaan kepada Indonesia semakin nyata terlihat. Bukan hendak pamer, tentunya. Tapi, sebuah simbol berupa bendera Merah Putih di bemper kuda besi Cosworth tunggangannya selaku sebuah refleksi nyata bahwa ia mencintai Indonesia oleh sebuah ketulusan hati.
Sekali lagi, ia bukanlah penggombal atau penjual bangsa. Rio hanya ingin membawa Indonesia dikenal atau dihargai di instrumen penglihat dunia. Dan, itu hendak dilakukannya lewat pacu kendaraan roda empat berkecepatan cepat di lintasan balap F1. Go Rio! Harumkanlah nama bangsamu, Indonesia! Doa kami menyertaimu, Rio. Semoga segala rintangan yang sempat merentang, bisa selaku pelecut semangat mau Rio semakin berprestasi.
Source: www.republika.co.id

Source Article and Picture : www.wartaislami.com





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bertawasul ke Imam al-Ghazali, Barang Hilang Pun Ketemu

Bertawasul ke Imam al-Ghazali, Barang Hilang Pun Ketemu . Kamu wajar sering belajar bakal mendapatkan banyak pengetahuan. Disini mau berbagi kepada kalian yang suka menggunakan kabar terkini, semoga bisa menjadikan kamu mendapatkan pilihan unggul internal membaca share terbaru. Seorang pemuda asal Tegal berusia kira-kira 36 tahun, sebutlah namanya Udin (nama samaran), hari itu sedang dilanda kebingungan. Di saat usaha membuka warung sembako yang dirintis bersama istrinya belum benar-benar stabil serta menunjukkan perkembangan yang berarti, tiba-tiba sejumlah uang yang selama ini mereka kumpulkan dari hasil berdagangnya itu hilang entah di mana. Padahal Udin belum punya rumah sendiri, melainkan masih ikut tinggal di rumah mertuanya di Cirebon. Sebab utama kebingungan Udin sebenarnya bukan karena uangnya yang hilang. Tetapi lantaran ia masih tinggal seatap menggunakan mertuanya, tentu saja orang tua istrinya itu mempersoalkan serta menyayangkan untuk kejadian hilangnya uang tersebut. Apa

Inilah Sejarah Awal Mula di Lagukannya Al Qur'an (Langgam)

Inilah Sejarah Awal Mula di Lagukannya Al Qur'an (Langgam) . Kamu perlu sering belajar hendak mendapatkan banyak pengetahuan. Disini mau berbagi kepada kalian yang suka beserta penerangan terkini, semoga bisa menjadikan kamu mendapatkan pilihan jempolan intern membaca share terbaru. Wartaislami.Com ~ Kognisi atau psikomotorik umat Islam terhadap nagham kagak selazim ilmu tajwid. Kata nagham secara etimologi paralel beserta kata ghina yang bermakna lagu atau irama. Secara terminologi nagham dimaknai bagaikan membaca Al Quran beserta irama (seni) atau suara yang indah atau merdu atau melagukan Al Quran secara baik atau benar tanpa melanggar aturan-aturan bacaan. Keberadaan ilmu nagham, kagak sekedar realisasi dari firman Allah intern suroh Al Muzzammil ayat 4,”Bacalah Al Quran itu secara tartil”, hendak tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari eksistensi manusia bagaikan makhluk yang berbudaya yang menyandang cipta, rasa, atau karsa. Rasa yang melahirkan seni (juga nagham)

Inilah Sejarah Ucapan Penutup Pidato "Wabillahi Taufiq wal Hidayah"

Inilah Sejarah Ucapan Penutup Pidato "Wabillahi Taufiq wal Hidayah" . Kamu wajib sering belajar bakal mendapatkan banyak pengetahuan. Disini mau berbagi kepada kalian yang suka pada penerangan terkini, semoga bisa menjadikan kamu mendapatkan pilihan unggul intern membaca share terbaru. Wartaislami.Com ~ Saat menghadiri peringatan hari lahir (Harlah) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) ke-46, Gus Dur diminta bakal memberikan pendahuluan oleh panitia. Setelah berbicara panjang lebar, serta hendak menutup pidatonya, Gus Dur tanpa disadari bakal mengucapkan kalimat "wabillahi taufiq wal hidayah", tapi tiba-tiba ia diam sejenak.... "Saya kok mau salah menyampaikan salam penutup, harusnya kan yang khas NU," ujarnya. "Dulu ulama-ulama NU, sepakat menggunakan wabillahi taufiq wal hidayah bakal ucapan penutup serta Nahdliyiin wajib mengikuti. Tapi sesudah musim kampanye pemilu tahun 70-an, Golkar memakai ucapan itu bakal menutup setiap pidato kampanyen