Langsung ke konten utama

Habib Lutfi: “Jika Nabi Manusia Biasa, Lalu Kita Ini Apa?”

Habib Lutfi: “Jika Nabi Manusia Biasa, Lalu Kita Ini Apa?”. Kamu mesti sering belajar hendak mendapatkan banyak pengetahuan. Disini mau berbagi kepada kalian yang suka sambil keterangan terkini, semoga bisa menjadikan kamu mendapatkan pilihan unggul intern membaca share terbaru.
Di hadapan ribuan jamaah Nadliyyin di Pekalongan sejumlah waktu lalu, Habib Luthfi bin Yahya menekankan pentingnya kecintaan pada Nabi Muhammad intern meningkatkan keimanan pada Allah. Salah satu tujuan peringatan maulid Nabi, menurut Ketua Umum Jam’iyah Ahlu Thariqah al Mu’tabarah an Nahdiyah ini, sepantasnya hendak membangkitkan cinta kita kepada beliau.
“Sekarang ini krisis mahabbah, bukan krisis orang alim,” katanya di hadapan ribuan jamaah yang memadati area acara.
Cinta yang telah tertanam di hati setiap mukmin seharusnya diupayakan tumbuh mekar. Karena mekarnya cinta, menurut Habib Lutfi, hendak meningkatkan kekuatan iman seseorang.
“Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi serta mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” kata ulama kelahiran pekolangan ini mengutip ayat Al-Qur’an (QS Ali Imran: ayat 31)
Ayat di kepada, menurut Habib Lutfi, sudah cukup seperti jawaban mengapa kita seharusnya mencintai Nabi. Orang yang paling mencintai Allah serta dicintai Allah ialah yang diperintahkan oleh Allah hendak mengucapkan ‘fattabiunii’ (ikutilah aku). Tentu manusia pilihan Allah ini bukanlah sebagaimana umumnya manusia biasa. Dia sepantasnya manusia luar biasa.
“Jika Nabi manusia biasa, lalu kita ini apa?” tanya Habib Lutfi kritis, menyindir ucapan sebagian orang yang ingin memposisikan Nabi seperti manusia biasa yang tak perlu terlalu dicintai.
Sedemikian luar biasanya Nabi maka orang-orang yang mengikutinya diberi ‘garansi’. Di sini, kata Habib Lutfi, pentingnya peringatan maulid serta haul yang dilakukan hendak membangkitkan kecintaan pada Nabi. Di depan ribuan jamaah maulid, habib yang bernama lengkap Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya ini kemudian mengupas sejumlah tafsir yang mengungkap mengapa Muhammad bukan manusia biasa.
Allah bukan hanya memuji akhlaknya yang agung sambil ayat ‘Wa innaka la’ala khuluqin ‘adzim’, yang berarti:
Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di kepada budi pekerti yang agung. Tapi Allah intern Al-Qur’an juga tiada pernah memanggilnya sambil menyebut nama langsung; ‘Ya Muhammad’ atau ‘Ya Ahmad’.
Ayat yang menyatakan ‘aku sepantasnya manusia (basyar) seperti kalian’, juga tiada boleh dilepaskan sambil kelanjutannya yaitu ‘yuhaa ilayya…’ (diwahyukan kepadaku…). Menurut Habib Lutfi, wahyu tiada hendak diturunkan kepada manusia biasa kecuali kepada ia yang berkedudukan seperti rasul, nabi serta maksum.
Tidak ada masalah sambil kata ‘basyar’, sebagaimana batu juga punya derajat; krikil, intan serta permata. Semuanya sama-sama dikatakan batu, namun nilai satu truk krikil belum tentu sebanding sambil satu permata.
Selain membedah sejumlah kitab tafsir, Habib Lutfi juga menjalaskan kedudukan Nabi Muhammad sambil ayat yang ditafsirkan ayat lainnya. Dan begitu seterusnya maka ayat yang satu punya hubungan sambil ayat lainnya. Oleh sebab itu, porsi Habib Lutfi, menafsirkan Al-Qur’an tidaklah mudah.
“Memahami kandungan serta rahasia makna ayat Al-Qur’an memerlukan kejernihan hati serta penyucian jiwa. Orang yang menafsirkan Al Qur’an tergantung (tingkat) kejernihan sanubari serta jernihnya akal seseorang,” ungkap Habib Lutif lantang.
Dalam dunia tasawuf, Habib Lutfi menjelaskan bahwa cinta ialah maqam spritual kedua selepas maqam ridha. Seseorang tiada hendak bisa mencapai maqam ridha kecuali sambil mahabbah (cinta). Orang yang telah mencapai maqam cinta, derita seperti sakit sekalipun hendak ia terima tanpa mengeluh.
Pria berusia 68 tahun ini lalu berkisah perihal sahabat yang bertanya kepada Nabi Muhammad perihal sejauhmana seseorang dikategorikan mukmin. Nabi Muhammad lalu menangkis, “Yaitu ketika orang itu telah mencintai Allah.” Berdasarkan ayat sebelumnya jawaban kepada pertanyaan sahabat ini meniscayakan kecintaan pada Nabi. Sambil mengutip sebuah hadist, Habib Lutfi kembali menegaskan bahwa kadar keimanan seseorang tergantung pada kecintaan pada nabi.
Source: www.islamindonesia.id

Source Article and Picture : www.wartaislami.com





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bertawasul ke Imam al-Ghazali, Barang Hilang Pun Ketemu

Bertawasul ke Imam al-Ghazali, Barang Hilang Pun Ketemu . Kamu wajar sering belajar bakal mendapatkan banyak pengetahuan. Disini mau berbagi kepada kalian yang suka menggunakan kabar terkini, semoga bisa menjadikan kamu mendapatkan pilihan unggul internal membaca share terbaru. Seorang pemuda asal Tegal berusia kira-kira 36 tahun, sebutlah namanya Udin (nama samaran), hari itu sedang dilanda kebingungan. Di saat usaha membuka warung sembako yang dirintis bersama istrinya belum benar-benar stabil serta menunjukkan perkembangan yang berarti, tiba-tiba sejumlah uang yang selama ini mereka kumpulkan dari hasil berdagangnya itu hilang entah di mana. Padahal Udin belum punya rumah sendiri, melainkan masih ikut tinggal di rumah mertuanya di Cirebon. Sebab utama kebingungan Udin sebenarnya bukan karena uangnya yang hilang. Tetapi lantaran ia masih tinggal seatap menggunakan mertuanya, tentu saja orang tua istrinya itu mempersoalkan serta menyayangkan untuk kejadian hilangnya uang tersebut. Apa

Inilah Sejarah Awal Mula di Lagukannya Al Qur'an (Langgam)

Inilah Sejarah Awal Mula di Lagukannya Al Qur'an (Langgam) . Kamu perlu sering belajar hendak mendapatkan banyak pengetahuan. Disini mau berbagi kepada kalian yang suka beserta penerangan terkini, semoga bisa menjadikan kamu mendapatkan pilihan jempolan intern membaca share terbaru. Wartaislami.Com ~ Kognisi atau psikomotorik umat Islam terhadap nagham kagak selazim ilmu tajwid. Kata nagham secara etimologi paralel beserta kata ghina yang bermakna lagu atau irama. Secara terminologi nagham dimaknai bagaikan membaca Al Quran beserta irama (seni) atau suara yang indah atau merdu atau melagukan Al Quran secara baik atau benar tanpa melanggar aturan-aturan bacaan. Keberadaan ilmu nagham, kagak sekedar realisasi dari firman Allah intern suroh Al Muzzammil ayat 4,”Bacalah Al Quran itu secara tartil”, hendak tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari eksistensi manusia bagaikan makhluk yang berbudaya yang menyandang cipta, rasa, atau karsa. Rasa yang melahirkan seni (juga nagham)

Inilah Sejarah Ucapan Penutup Pidato "Wabillahi Taufiq wal Hidayah"

Inilah Sejarah Ucapan Penutup Pidato "Wabillahi Taufiq wal Hidayah" . Kamu wajib sering belajar bakal mendapatkan banyak pengetahuan. Disini mau berbagi kepada kalian yang suka pada penerangan terkini, semoga bisa menjadikan kamu mendapatkan pilihan unggul intern membaca share terbaru. Wartaislami.Com ~ Saat menghadiri peringatan hari lahir (Harlah) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) ke-46, Gus Dur diminta bakal memberikan pendahuluan oleh panitia. Setelah berbicara panjang lebar, serta hendak menutup pidatonya, Gus Dur tanpa disadari bakal mengucapkan kalimat "wabillahi taufiq wal hidayah", tapi tiba-tiba ia diam sejenak.... "Saya kok mau salah menyampaikan salam penutup, harusnya kan yang khas NU," ujarnya. "Dulu ulama-ulama NU, sepakat menggunakan wabillahi taufiq wal hidayah bakal ucapan penutup serta Nahdliyiin wajib mengikuti. Tapi sesudah musim kampanye pemilu tahun 70-an, Golkar memakai ucapan itu bakal menutup setiap pidato kampanyen