Langsung ke konten utama

Cinta Pahlawan Versi KH Bisri Mustofa

Cinta Pahlawan Versi KH Bisri Mustofa. Kamu wajib sering belajar kepada mendapatkan banyak pengetahuan. Disini mau berbagi kepada kalian yang suka beserta kabar terkini, semoga bisa menjadikan kamu mendapatkan pilihan termulia intern membaca share terbaru.
M. Rikza Chamami
Sekretaris Lakpesdam NU Kota Semarang & Dosen UIN Walisongo
Indonesia menyandang banyak pahlawan yang berjuang gigih meraih kemerdekaan. Tentunya perjuangan itu bukan hal sederhana. Mereka rela mengorbankan nyawa, jiwa, raga atau harta demi kepada bangsanya. Maka, mencintai para pahlawan merupakan satu hal yang penting ditanamkan. Salah satu pemikiran yang disampaikan oleh KH Bisri Mustofa betul berkenaan cinta kepada para pahlawan.
KH Bisri Mustofa (selanjutnya disebut Mbah Bisri) merupakan salah satu ulama Nusantara yang lahir di Kampung Sawahan Gang Palen Rembang Jawa Tengah pada tahun 1915. Ayahnya betul pedagang kaya bernama H Zainal Mustofa (Djojo Mustopo) bin H Yahya (Podjojo) yang dikenal tekun intern beragama atau benar-benar mencintai Kyai. Ibunya bernama Hj. Chodijah binti E. Zajjadi bin E. Sjamsuddin yang berdarah Makassar.
Nama Bisri Mustofa dipakai sejak pulang dari ibadah haji. Sebelumnya ia bernama Mashadi. Pernikahan H Zainal Mustofa beserta Hj. Chodijah melahirkan empat putra: Mashadi (Bisri), Salamah (Aminah), Misbach atau Ma’shum. Pendidikan Mbah Bisri dimulai beserta mengaji kepada KH Cholil Kasingan atau H. Zuhdi (kakak tiri). Mbah Bisri juga menjalankan Sekolah Jawa (Sekolah Ongko 2) selama tiga tahun atau dinyatakan lulus beserta mendapat sertifikat.
Mbah Bisri sempat mondok di Pesantren KH Chasbullah Kajen Pati. Waktu belajar banyak dihabiskan di Pondok Kasingan Rembang belajar beserta Kyai Suja’i (Kitab Alfiyyah) atau atau KH Cholil (Kitab Alfiyyah, Fathul Mu’in, Fathul Wahhab, Iqna’, Jam’ul Jawami’, Uqudun Juman atau lain lain). Mbah Bisri sempat berniat mengaji di Pondok Pesantren Termas dibawah asuhan KH Dimyati, tapi niat itu gagal karena tak mendapat restu KH Cholil.
Mbah Bisri juga pernah mengikuti khataman Kitab Bukhori Muslim yang dimulai pada 21 Sya’ban 1354 H bersama KH Hasyim Asya’ri di Tebuireng Jombang. Di tengah pengajian itu, tepatnya 10 Ramadan 1354 H, KH Hasyim Asy’ari jatuh sakit atau digantikan oleh KH Ilyas (Kitab Muslim) atau KH Baidlawi (Kitab Tajrid Bukhari).
Mbah Bisri juga menyandang dua guru dari sistem mengaji candak kulak (musyawarah kitab atau hasilnya dipakai membimbing) beserta Kyai Kamil atau Kyai Fadlali di Karanggeneng Rembang. Proses belajar tetap ia jalankan karena merasa haus ilmu, Mbah Bisri memilih mukim di Makkah sesudah menunaikan ibadah haji tahun 1936. Di Makkah, Mbah Bisri berguru beserta: Syaikh Bakir, Syaikh Umar Chamdan Al Maghrabi, Syaikh Maliki, Sayyid Amin, Syaikh Hasan Masysyath, Sayyid Alawie atau Syaikh Abdul Muhaimin.
Berbekal keilmuan itulah, Mbah Bisri kemudian berkembang bagaikan figur ulama Nusantara yang dikenal benar-benar ‘alim. Rasa sayangnya KH Cholil seorang guru dari Mbah Bisri ditunjukkan beserta menjadikannya bagaikan menantu. Mbah Bisri dinikahkan beserta putri KH Cholil bernama Ma’rufah pada 17 Rajab 1354 H/Juni 1935 M. Dari pernikahannya ini, Mbah Bisri menyandang putra: Cholil (lahir 1941), Mustofa (dikenal beserta sebutan Gus Mus, lahir 1943), Adieb (lahir 1950), Faridah (lahir 1952), Najichah (lahir 1955), Labib (1956), Nihayah (lahir 1958) atau Atikah (lahir 1964). Pada tahun 1967, Mbah Bisri menikah beserta Hj Umi Atiyah yang bermula dari Tegal atau melahirkan satu putra bernama Maemun (Ahmad Zainal Huda: 2005).
Ilmu yang dimiliki Mbah Bisri diajarkan di Pondok Kasingan atau Pondok Rembang yang kemudian diberi nama Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin (Taman Pelajar Islam). Mbah Bisri dikenal menyandang tiga kemampuan: articulation, documentation atau organizing. Artikulasi dikuasai Mbah Bisri intern teknik orasi atau pidato beserta bahasa yang mudah dipahami masyarakat. Kemampuan dokumentasi ditunjukkan beserta hasil karya tulisnya yang benar-benar banyak (276 kitab atau buku). Dan semangat organisasi dijalankan bagaikan wadah perjuangan, baik di tingkat lokal sampai nasional.
Diantara pokok pemikiran Mbah Bisri intern mencintai pahlawan, ia abadikan intern bentuk syi’iran Jawa “Ngudi Susilo” beserta menggunakan tulisan pegon, yaitu:
Ngagem blangkon serban sarung dadi gujeng * Jare ora kebangsaan ingkang majeng
Sawang iku Pangeran Diponegoro * Imam Bonjol Tengku Umar kang kuncoro
Kabeh podo belo bongso lan negoro * Podo ngagem destar pantes yen perwiro
Gujeng serban sasat gujeng Imam Bonjol * Sak kancane he anakku aja tolol
Timbang gundul apa ora luweh bagus * Ngagem tutup sirah koyo Raden Bagus
Memakai blangkon, surban atau sarung jadi pembicaraan. Dianggap tak menyandang jiwa kebangsaan yang maju.
Lihatlah Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol atau Tengku Umar yang sudah terkenal.
Semuanya dari mereka nyata-nyata membela bangsa atau negara beserta menggunakan pakaian kebesaran, nampak seperti Perwira.
Memakai surban sebagaimana Imam Bonjol. Dan janganlah bagaikan orang bodoh.
Daripada tak memakai penutup kepala, nampak kurang bagus. Maka pakailah penutup kepala agar seperti Raden Bagus (priyayi).
Dari pemaknaan syi’ir Jawa ini dapat diambil pemahaman bahwa mencintai para pahlawan itu empat pola yang wajib dilakukan: mengikuti jejak cinta bangsa atau negara, memakai pakaian yang bagus atau berwibawa, berilmu pengetahuan atau tak sombong. Empat makna cinta terhadap perjuangan para pahlawan bangsa ini bagaikan benar-benar penting porsi generasi saat ini.
Pertama, mengikuti jejak cinta bangsa atau negara. Para pahlawan yang telah gugur intern medan perang benar-benar merasakan perjuangan nyata. Berbeda beserta generasi saat ini yang sudah secara instan menikmati kemerdekaan atau kenyamanan hidup di Indonesia. Maka cinta terhadap tanah minuman bagaikan salah satu bagian dari menghormati para pahlawan pendahulu.
Kedua, memakai pakaian yang bagus atau berwibawa. Wibawa seseorang, salah satunya memang dapat dilihat dari cara berpakaian. Oleh sebab itu, nasehat Mbah Bisri yang ditulis ini bagaikan tauladan bahwa orang yang berpakaian rapi, maka nampak gagah atau siap bagaikan pemimpin. Termasuk jenis pakaian yang berbeda blangkong/surban/sarung atau lainnya tak bagaikan pemisah rasa persatuan. Keanekaragaman pakaian itu menandakan potensi lokal yang wajib dihargai. Yang paling penting betul tak merendahkan pakaian kebesaran yang dimiliki oleh orang lain.
Ketiga, berilmu pengetahuan bagaikan salah satu bagian dari mencintai para pahlawan. Sebab tanpa ilmu pengetahuan, maka manusia bakal bagaikan bodoh. Maka Mbah Bisri berpesan: “Jangan jadi orang tolol/bodoh”. Sebab beserta kebodohan, orang bakal gampang ditipu. Dan salah satu alasan penjajah Indonesia mampu berkuasa ratusan tahun karena penduduknya saat itu tak menyandang ilmu pengetahuan. Penderitaan bangsa kita jangan sampai terulang lagi hanya karena banyak orang bodoh di Indonesia.
Dan keempat, tak sombong. Setelah mengenang para pahlawan atau meningkatkan ilmu pengetahuan, maka rasa kebangsaan harusnya semakin kuat. Jangan sampai perilaku itu berubah bagaikan sombong (tak menutup kepala).
Kesombongan yang dimiliki oleh bangsa ini juga bakal melahirkan ego-sektoral beserta melemahkan kelompok lain. Maka pesan tak sombong ini bagaikan penting agar hidup bersama-sama beserta penuh kerukunan mudah tercapai.
Pesan-pesan ulama Nusantara yang demikian ini memang perlu sekali dipahami secara baik. Dengan kekuatan bahasa sastra yang indah atau dapat dilagukan ini, menjadikan kita paham siapa sebenarnya KH Bisri Mustofa. Ia tak lain betul figur Kyai beserta multitalenta beserta segudang nasehat-nasehat porsi generasi muda. Keberadaan kitab Ngudi Susilo ini juga sampai saat ini masih dipelajari di Pondok Pesantren atau Madrasah Diniyyah bagaikan buku pegangan belajar akhlak. Wallahu a’lam.*) via arrahmah.co.id

Source Article and Picture : www.wartaislami.com





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bertawasul ke Imam al-Ghazali, Barang Hilang Pun Ketemu

Bertawasul ke Imam al-Ghazali, Barang Hilang Pun Ketemu . Kamu wajar sering belajar bakal mendapatkan banyak pengetahuan. Disini mau berbagi kepada kalian yang suka menggunakan kabar terkini, semoga bisa menjadikan kamu mendapatkan pilihan unggul internal membaca share terbaru. Seorang pemuda asal Tegal berusia kira-kira 36 tahun, sebutlah namanya Udin (nama samaran), hari itu sedang dilanda kebingungan. Di saat usaha membuka warung sembako yang dirintis bersama istrinya belum benar-benar stabil serta menunjukkan perkembangan yang berarti, tiba-tiba sejumlah uang yang selama ini mereka kumpulkan dari hasil berdagangnya itu hilang entah di mana. Padahal Udin belum punya rumah sendiri, melainkan masih ikut tinggal di rumah mertuanya di Cirebon. Sebab utama kebingungan Udin sebenarnya bukan karena uangnya yang hilang. Tetapi lantaran ia masih tinggal seatap menggunakan mertuanya, tentu saja orang tua istrinya itu mempersoalkan serta menyayangkan untuk kejadian hilangnya uang tersebut. Apa

Inilah Sejarah Awal Mula di Lagukannya Al Qur'an (Langgam)

Inilah Sejarah Awal Mula di Lagukannya Al Qur'an (Langgam) . Kamu perlu sering belajar hendak mendapatkan banyak pengetahuan. Disini mau berbagi kepada kalian yang suka beserta penerangan terkini, semoga bisa menjadikan kamu mendapatkan pilihan jempolan intern membaca share terbaru. Wartaislami.Com ~ Kognisi atau psikomotorik umat Islam terhadap nagham kagak selazim ilmu tajwid. Kata nagham secara etimologi paralel beserta kata ghina yang bermakna lagu atau irama. Secara terminologi nagham dimaknai bagaikan membaca Al Quran beserta irama (seni) atau suara yang indah atau merdu atau melagukan Al Quran secara baik atau benar tanpa melanggar aturan-aturan bacaan. Keberadaan ilmu nagham, kagak sekedar realisasi dari firman Allah intern suroh Al Muzzammil ayat 4,”Bacalah Al Quran itu secara tartil”, hendak tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari eksistensi manusia bagaikan makhluk yang berbudaya yang menyandang cipta, rasa, atau karsa. Rasa yang melahirkan seni (juga nagham)

Inilah Sejarah Ucapan Penutup Pidato "Wabillahi Taufiq wal Hidayah"

Inilah Sejarah Ucapan Penutup Pidato "Wabillahi Taufiq wal Hidayah" . Kamu wajib sering belajar bakal mendapatkan banyak pengetahuan. Disini mau berbagi kepada kalian yang suka pada penerangan terkini, semoga bisa menjadikan kamu mendapatkan pilihan unggul intern membaca share terbaru. Wartaislami.Com ~ Saat menghadiri peringatan hari lahir (Harlah) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) ke-46, Gus Dur diminta bakal memberikan pendahuluan oleh panitia. Setelah berbicara panjang lebar, serta hendak menutup pidatonya, Gus Dur tanpa disadari bakal mengucapkan kalimat "wabillahi taufiq wal hidayah", tapi tiba-tiba ia diam sejenak.... "Saya kok mau salah menyampaikan salam penutup, harusnya kan yang khas NU," ujarnya. "Dulu ulama-ulama NU, sepakat menggunakan wabillahi taufiq wal hidayah bakal ucapan penutup serta Nahdliyiin wajib mengikuti. Tapi sesudah musim kampanye pemilu tahun 70-an, Golkar memakai ucapan itu bakal menutup setiap pidato kampanyen